✧ Lima Bintang: 11. Akhir Drama
⎙ 。
#SEMILIRDIKSI 〻
"Siap menanggung resiko?" Pertanyaan tegas yang diangguki mereka bertiga. Bersiap lari kembali di setiap lorong rumah sakit. Sudah dipastikan beberapa pasien akan terganggu atau terhibur.
Mereka sampai di ruangan Shashi. Terlihat Jaki dan Semil di sana. Sambutan sebuah senyum diberikan. Shashi merentangkan tangannya yang pucat, membuat Cacha segera memeluk wanita lemah itu. Tak lupa Puwan ikut dalam hangatnya mereka.
Penampilan Jaki sudah berbeda. Biasanya rambut tipis itu selalu lesu ke bawah. Bajunya hanya kaos dan kemeja pinjaman dari Semil. Namun kini sudah ada balutan jas di tubuhnya. Rambutnya seperti ombak beku rapi, menampilkan dahinya. Tidak biasa. "Kamu kenapa rapi sekali?" tanya Juna. Jaki yang kesusahan menjawab, segera Semil wakilkan, "hari ini perusahaan Tante Akshaya akan memperkenalkan Jaki sebagai penerus tetap." Ah iya, Juna hampir lupa bahwa Jaki anak orang kaya.
"Lo lama banget peluknya! Kasihan Shashi," kata Semil yang menggerakkan suasana agar tidak canggung. Orang yang disinggung menatap tajam kepada Semil. Siapa lagi kalau bukan Cacha yang langsung melepaskan Shashi. Diakhiri buram senyum Shashi menyejukkan mereka. "Jangan sedih." Puwan menghapus air mata yang keluar dari mata Shashi. "Kamu sudah sembuh, terus bahagia ya?" Shashi mengangguk. Mulutnya membentuk siluet, "terima kasih."
Jaki menggerakkan rodanya. Memberikan sebuah surat ke dalam genggaman Shashi. Sudah waktunya ia pergi. Terlihat Tante Akshaya di depan sedang menunggu. Tanpa bersuara, Jaki keluar dari sana. Tanpa sebuah pamitan. "Jaki kenapa?" Semil menjawab, "sedang sedih saja." Setidaknya pikiran negatif mereka bisa reda karena pernyataan Semil.
Puwan melirik jam tangannya. Pasti Ayahnya sedang mencari, karena sebentar lagi ia harus ke bandara. Kata lainnya, sebentar lagi ia akan jauh dari cahaya hidupnya.
"Terima kasih untuk semuanya. Aku sangat bahagia bisa bertemu kalian. Sangat disayangkan bila kita harus terpisah dengan suasana yang tidak bahagia. Ah, walau sedang bahagia, perpisahan tetap menyakitkan, ya?" Puwan menghela nafas sejenak. Tak lama suara tangisan mengisi ruangan itu. Burung-burung di jendela sibuk berbisik. Pohon tinggi juga ikut mengintip apa yang terjadi.
"Kalau aku jadi astronot, nama kalian aku tulis di bintang sana ya?" Cacha menggenggam tangan Puwan yang sejak tadi gemetar. Shashi menatap sendu ke arah mereka. "Shashi, Juna, Semil, Cacha. Aku pamit."
Bersambung ....
Merinda Puwanhyf Haruan, 2020